Kasus Diskriminasi di Indonesia
Prasangka menunjukkan pada aspek
sikap sedangkan diskriminasi pada tindakan. Menurut Morgan (1966) sikap adalah
kecenderungan untuk merespon baik secara positif atau negarif terhadap orang,
obyek atau situasi. Sikap seseorang baru diketahui setelah ia bertindak atau
beringkah laku. Oleh karena itu bisa saja bahwa sikap bertentangan dengan
tingkah laku atau tindakan. Jadi prasangka merupakan kecenderungan yang tidak
nampak, dan sebagai tindak lanjutnya timbul tindakan, aksi yang sifatnya
realistis. Dengan demikian diskriminatif merupakan tindakan yang realistis,
sedangkan prsangka tidak realistis dan hanya diketahui oleh diri individu
masing-masing.
Sebab-sebab timbulnya prasangka dan
diskriminasi :
1.
berlatar
belakang sejarah
2.
dilatar-belakangi
oleh perkembangan sosio-kultural dan situasional
3.
bersumber
dari factor kepribadian
4.
berlatang
belakang perbedaan keyakinan, kepercayaan dan agama
Meski
Indonesia telah 68 tahun merdeka dan era reformasi telah terlewati
tetapi teap saja masih ada kesus-kasus diskriminasi terjadi.
Diskirminasi atau kekerasan yang terjadi dilatarbelakangi oleh beberapa
hal seperti agama, suku atau ras, jender, tingkat sosial dalam
masyarakat, dan lain-lain.
Dari
banyaknya kasus diskriminasi yang terjadi, dsikriminasi yang paling
sering terjadi yaitu dengan latar belakang agama seperti kasus
diskriminasi di Ambon, Maluku. Konflik Maluku menjadi kasus diskriminasi
yang berlatar belakang agama dengan korban meninggal 8.000 sampai 9000
orang. 29.00 rumah, 45 masjid, 47 gereja, 719 toko, 38 gedung kebakaran. Kasus ini berlangsung selama 4 tahun berturut-turut.
Selain Maluku, kasus
diskriminasi di Sampit juga tak kalah luar biasa. Diskriminasi di
Samipit ini dilatarbelakangi oleh kasus etnis. Yaitu antara etnis Dayak
dan Madura dengan rentan waktu 10 hari. Jumlah koban meninggal 469 orang
meninggal dunia dan 108.000 mengungsi.
Kasus kekerasan di Lampung Selatan telah menimbulkan 14 orang meninggal dunia dan 1.700 mengungsi.
Selain diskriminasi dalam agama, kekerasan dan etnis, Kasus diskriminasi juga sering terjadi pada layanan kesehatan. Banyak warga miskin yang tidak bisa mendapatkan layanan kesehatan karena
kekurangan biaya walau sesungguhnya mereka telah mempunyai kartu
Jamkesda. Banyak alasan yang dikeluarkan oleh rumah sakit untuk menolak
pasien kurang mampu. Tak sedikit pasien yang akhirnya meregang nyawa
karena pihak rumah sakit tak mau menerima dan memberikan pemeriksaan
kepada pasien kurang mampu. Contoh kasus penolakan terhadap pasien
kurang mampu terjadi pada seorang bayi bernama Naila berusia 2 bulan,
anak dari pasangan Mustari dan Nursia, warga Dusun Patommo, Desa Kaliang
Kecamatan Duampanua, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, yang
meninggal dipangkuan ibunya setelah ditolak oleh Rumah Sakit dengan
alasan kurang lengkapnya berkas keterangan sebagai warga miskin. Kasus
ini terjadi pada hari Kamis tanggal 31 Oktober 2013.
Semoga pemerintah
Indonesia lebih sedikit memberikan perhatiannya pada kasus-kasus
diskriminasi yang terjadi agar tak bertambah lagi korban jiwa.